Batu Satam Pulau Belitung


PARADISE BELITUNG TRAVEL -Batu Satam sangat terkenal di Pulau Belitong. Tugu di Simpang Lima Kota Tanjungpandan berikon batu satam raksasa. Batu berwarna hitam legam dengan lubang-lubang tersebut dijual sangat mahal. Misalnya satu kerikil batu satam seukuran kelereng ditawarkan seharga Rp 1 atau 2 juta rupiah. Mengapa begitu mahal?
Memang batu satam sangat sulit ditemukan, baik di Belitong maupun di tempat lain di Bumi ini. Kejadiannya memang sangat langka karena berhubungan dengan kejadian jatuhnya meteorit ke Bumi. Namun selama ini masyarakat Belitong selalu menganggap batu satam sebagai pecahan dari meteorit. Padahal batu satam sebenarnya adalah pecahan dari permukaan Bumi yang terkena hantaman luar biasa dahsyat dari meteorit yang jatuh dari luar angkasa. Ketika hantaman itu memburaikan tanah dan batuan di permukaan Bumi, mereka terlontarkan dan sempat mengalami pelelehan akibat suhu yang sangat tinggi untuk kemudian membeku kembali sebagai batu satam, atau dalam geologi istilahnya adalah tektit (tektite; dari bahasa Yunani yang bermakna ‘meleleh’).

Berikut bagaimana terbentuknya tektit (batu satam) yang diterjemahkan bebas dari wikipedia: tektit terdiri dari puing-puing terestrial (Bumi) yang terbentuk selama pembentukan kawah akibat hantaman meteorit. Selama kondisi ekstrim yang diciptakan oleh hantaman yang berasal dari luar angkasa itu, dampak hypervelocity (kecepatan yang sangat tinggi), tanah, sedimen atau batuan di permukaan Bumi entah meleleh, menguap, atau kombinasi dari keduanya, terlontar dari kawah hantaman meteorit. Setelah ejeksi dari kawah, materi lelehan cair yang terbentuk berukuran milimeter hingga sentimeter itu ketika kembali memasuki atmosfer, lalu dengan cepat didinginkan untuk membentuk tektites. Mereka dapat terlontar hingga ratusan atau bahkan ribuan kilometer jauhnya dari lokasi tumbukan.

Hasil diskusi dengan Ma’rufin Sudibyo di jejaring sosial, ahli astronomi yang bekerja di Kantor Agama Kebumen, Jawa Tengah, mengatakan bahwa secara teoritis tiap tumbukan benda langit memang memproduksi tektit. Namun kenyataannya sangat sedikit tektit yang masih dijumpai di sekitar kawah tumbukan pada saat ini. Tektit termuda dijumpai di Wabar, Saudi Arabia yang terbentuk kurang dari 2 abad silam. Jejak kawahnya pun masih ada meskipun hampir terbenam pasir ar-Rub’ al-Khali. Dari lebih dari 180 buah struktur produk tumbukan benda langit yang telah teridentifikasi dan telah valid, tak semuanya seberuntung Wabar.

Pada saat ini secara umum hanya ada tiga kawah produk tumbukan benda langit yang masih mengandung tektit di sekelilingnya, yakni Chesapeake Bay (umur +/- 35 juta tahun, diameter 95 km) di AS, Ries (+/- 14 juta tahun, diameter 24 km) di Jerman, dan Bosumtwi ( +/- 1 juta tahun, diameter 10 km). Populasi tektit terbesar ada di Australasia, meliputi hampir seluruh Asia Tenggara, Australia dan sebagian Samudera Hindia dan terbentuk pada 0,8 juta tahun silam, tetapi di sini belum ditemukan lokasi kawah tumbukannya.

Batu satam adalah tektit dan secara teknis disebut bilitonit. Ia merupakan bagian dari tektit Australasia, yang terbentuk +/- 0,8 juta tahun silam. Bilitonit masih sekeluarga (dan juga seumur) dengan javanit di pulau Jawa (misalnya yang tersingkap di Sangiran) dan tektit Muong-Nong di Indocina. Tektit Muong-Nong ini unik, karena jauh lebih berat (hingga 20 kg) dan berlapis-lapis, yang menunjukkan posisi sumber pembentuknya tak jauh dari lokasi sebaran tektit ini.

Sumber : http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=1714
Share on Google Plus

About cristoper

0 komentar:

Posting Komentar